Kamis, 20 Maret 2014

Kearifan Lokal dalam Proses Eksploitasi Sumeberdaya Perikanan di Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tengga Timur



Kearifan Lokal dalam Proses Eksploitasi Sumeberdaya Perikanan di Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tengga Timur

Oleh :

Aludin Al Ayubi, S.Pi


Pendahuluan
Sumberdaya alam pesisir dan laut, dewasa ini sudah semakin disadari banyak orang bahwa sumberdaya ini merupakan suatu potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Konsekuensi logis dari sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumberdaya milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open acces) maka pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut dewasa ini semakin meningkat di hampir semua wilayah (Afiati 1999).
Seiring dengan meningkatnya usaha penangkapan dalam memenuhi kebutuhan pangan baik bagi masyarakat di sekitarnya maupun terhadap permintaan pasar antar pulau dalam negeri dan luar negeri, Ghofar (2004), mengatakan bahwa perkembangan eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dewasa ini (penangkapan, budidaya, dan ekstraksi bahanbahan untuk keperluan medis) telah menjadi suatu bidang kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh pasar (market driven) terutama jenis-jenis yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga mendorong eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dalam skala dan intensitas yang cukup besar.
Menurut DKP Lembata (2002), bahwa berbagai fenomena kerusakan lingkungan pesisir di Kabupaten Lembata bukan saja disebabkan oleh kegiatan pembangunan, tetapi seringkali juga diakibatkan oleh penduduk miskin yang karena terpaksa (ketiadaan alternatif mata pencaharian) harus mengeksploitasi sumberdaya alam pesisir dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan, yang secara ekologis sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan. Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari kurangnya supermasi hukum (termasuk hukum adat) dan semakin pudarnya bahkan hilangnya nilai-nilai kearifan lokal/tradisional yang sebelumnya berlaku menjadi norma, etika dan moral yang mengatur pranata kehidupan dan menuntun manusia untuk perpikir dan berperilaku secara baik dan bertanggung jawab dalam relasi komunitas ekologis (Bapeda Lembata , 2001).
Beberapa sistem tradisional masih cukup banyak yang bertahan dan terus dipraktekkan oleh sekelompok anggota masyarakat walaupun terdapat tekanan dari konfigurasi sistem pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan modern. Di sisi lain, terdapat pengakuan bahwa eksistensi hukum adat di Indonesia terutama yang berkaitan dengan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dapat merupakan modal nasional yang memiliki nilai strategis dan penting dalam menunjang pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara berkelanjutan (Soekamto,2002). Oleh karena itu dalam UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagai pengganti UU No. 09 Tahun 1985 yang ditelah disahkan oleh DPR RI tanggal 14 September 2004 dalam pasal 6 ayat (2) berbunyi : Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran-serta masyarakat. Dengan demikian maka Pemberdayaan Kearifan Lokal dalam Proses Eksploitasi Sumeberdaya Alam Perikanan di Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tengga Timur  menjadi esensial untuk dilakukan demi  kepentingan pengelolaan yang akan datang.

Potensi Kearifan Lokal di Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata

Masyarakat pesisir Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata memiliki potensi dan kekayaan kearifan lokal yang cukup banyak. Kearifan tersebut dianut sebagai suatu bentuk peradaban dan sistem nilai serta perantara berkaitan dengan usaha pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam laut dan pesisir. Kekayaan kearifan lokal/tradsi tersebut menuntun mereka untuk selalu hidup selaras, harmonis dengan alam lingkungannya.
Kearifan Lokal  adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Soekamto (2002), mengatakan bahwa manusia merupakan bagian dari alam dan kearifan lokal yang menekankan penghormatan terhadap lingkungan alam merupakan nilai yang sangat positif untuk pembangunan berkelanjutan.
Dengan demikian maka kearifan lokal  bukan hanya menyangkut pengetahuan atau pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi di antara semua penghuni komunitas ekologi.

Kearifan Pemanfaatan Sumberdaya Laut dan Pesisir di Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata.

·         Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir di Desa Wailolong

Desa Wailolong merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan Omesuri dan memiliki kearifan atau tradisi adat dalam hal pemanfaatan sumberdaya laut maupun di darat. Di desa ini, terdapat sistem kepercayaan tradisional, yakni menurut mereka bahwa di laut ada penguasanya yang disebut ”hari” dan penguasa di darat yang disebut ”neda ”. Adanya sistem kepercayaan ini mendorong pemangku adat ”lemaq ” untuk melakukan ritual ’kolo umen bale lamaq” yakni upacara memberi makan kepada penguasa di laut sebelum mereka melakukan penangkapan, budidaya rumput laut maupun pengelolaan sumberdaya pesisir seperti penanaman bakau. Namun demikian tradisi ini hanya dilakukan oleh orang tertentu dan sifatnya perorangan, belum merupakan suatu kesepakatan bersama.
Dari informasi yang diperoleh bahwa hasil-hasil usaha nelayan saat ini mengalami penurunan, sebagai akibat dari banyaknya hasil-hasil laut yang sudah hilang seperti agar-agar, bakau dan teripang. Terdapat aspirasi masyarakat desa ini khususnya masyarakat nelayan yang hidupnya sangat bergantung pada hasil-hasil laut, menghendaki agar ritual semacam ini perlu dilakukan secara bersama dan terus menerus sehingga merupakan aturan atau norma serta tradisi yang mempunyai makna dapat mengatur tindakan-tindakan manusia terhadap pemanfaatan sumberdaya alam pesirsir dan laut di tempat itu.

·         Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir di Desa Lebewala

Masyarakat pesisir Desa Lebewala Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata mempunyai tradisi dan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam laut dan pesisir. Dalam pemanfaatan sumberdaya teripang sistem nilai yang mengatur masyarakat setempat adalah ”poan kemer puru larang” yakni suatu tradisi larangan secara adat bagi masyarakat untuk tidak mengambil hasil-hasil laut secara bebas. Penangkapan teripang hanya boleh dilakukan jika tuan tanah, tua adat dan dukundukun melakukan ritual terlebih dahulu. Dukun (Ata Molang) akan melakukan ritual dan selanjutnya masyarakat boleh mengambil teripang. Setelah kurang lebih 2 tau 3 hari, Ata Molang akan melakukan ritual pelarangan kembali wilayah perairan tersebut.
Selain Ata Molang melakukan tradisi pelarangan secara ritual, Pemerintah Desa Lebewala juga memiliki Kesepakatan Desa yang sifatnya mengikat secara hukum yakni berupa sanksi denda dalam bentuk uang tunai satu juta rupiah dan kambing jantan besar senilai satu juta rupiah. Dengan adanya sanksi secara adat dan atauran pemerintah tampaknya membuat masyarakat kawasan pesisir desa ini cukup jerah dalam melakukan tindakan pengurasakan atau pengambilan teripang secara bebas.


REFERENSI

Afiati, N., 1999. Aspek Hayati Teknik Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Pesisir, Bapedalda, Semarang

Bappeda, 2001, Data Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Lembata, Kerjasama Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Lembata.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002, Pengkajian Sumberdaya Perikanan Kabupaten Lembata Nusa Tenggara Timur, Kerjasama Balai Peneltian Perikanan Laut, Badan Riset Kelautan dan Perikanan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lembata.

Ghofar, A., 2004, Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Secara Terpadu dan Berkelanjutan, Cipayung-Bogor.

Soekamto, S., 2002, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Prasada, Jakarata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar