Kamis, 20 Maret 2014

KEBERADAAN EKOSISTEM DAN AKTIVITAS MASYARAKAT NELAYAN DI WILAYAH PESISIR DESA TABLOLONG KECAMATAN KUPANG BARAT KABUPATEN KUPANG



KEBERADAAN EKOSISTEM DAN AKTIVITAS MASYARAKAT NELAYAN
DI WILAYAH PESISIR DESA TABLOLONG
KECAMATAN KUPANG BARAT KABUPATEN KUPANG

OLEH
ALUDIN AL AYUBI,S.Pi


Pendahuluan

Pada dasarnya kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut. Secara fisiografis kawasan ini didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, dengan lebar yang ditentukan oleh kelandaian (lereng) pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas, dan kadang bercampur kerikil. Ruang kawasan pesisir merupakan ruang wilayah diantara ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Wilayah ini memiliki beberapa ekosistem di dalamnya. Ekosistem-ekosistem tersebut diantaranya adalah ekosistem estuaria, ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem padang lamun (Delinom dan  Lubis, 2007)
Desa Tablolong merupakan Desa pesisir yang letaknya berada di Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Nusa Tenggarat Timur. Wilayah ini mempunyai hamparan pantai yang cukup luas.  Wilayah Pesisir Desa Tablolong memiliki tiga ekosistem di dalmnya. Ekosistem tersebut diantaranya yaitu hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun. Aktivitas masyarakat yang ada di wilayah pesisir tersebut yaitu sebagian besar sebagai nelayan penangkap ikan dan sebagaian besar sebagai petani pembudidaya        rumput laut (Seno, 2013).
Menurut masyarakat setempat bahwa wilayah pesisir tablolong dahulunya merupakan wilayah yang bersih, mempuyai hutan mangrove yang cukup luas, terdapat hamparan pasir putih yang indah dipandang mata, memiliki panorama terumbu karang yang indah dan memiliki perairan laut yang jernih. Namun, keadaan sekarang ini malah sebaliknya.  Hutan mangrove yang dulunya lebat malah sebagian besar di tebang untuk keperluan tertentu, hamparan pasir putih yang dulunya indah malah searang di penuhi sampah-sampah dari buangan masyarakat, panorama terumbuh karang yang dulunya menarik perhatian malah sekarang menjadi bongkahan-bongkahan akibat pemboman ikan, air laut yang dulunya jernih malah sekarang di penuhi tumpahan-tumpahan minyak akibat dari berlabunya kapal-kapal nelayan di daerah setempat.
Keadaan ini sebenarnya di akibatkan oleh sebagian besar masyarakat setempat yang sampai sekarang  ini belum memahami atau menyadari  betul akan keberlanjutan sumberdaya wilayah pesisir dan ditambah lagi dengan pola kebiasaan sebagian besar masyarakat setempat yang dari dahulu hingga sekarang belum memahami pola hidup bersih. Dengan demikian maka peran pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan pengambil kebijakan harus benar-benar jeli dalam menangani hal tersebut. Sebab apabila pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan pengatur kebijakan lengah dalam menangani hal tersebut maka efek yang akan muncul adalah semakin menurunnya sumberdaya dan semakin puruknya nasib anak cucu di masa yang akan datang.

Keadaan Umum Wilayah Pesisir Desa Tablolong

Wilayah pesisir Tablolong terleletak di Desa Tablolong Kecamatan Kupang  Barat, Kabupaten Kupang. Menurut masyarakat setempat bahwa wilayah ini dahulunya merupakan wilayah yang sangat bersih dan mempunyai hamparan pasir putih yang sangat indah. Namun, berdasarkan hasil survey di ketahui bahwa hamparan pasir putih yang dulunya indah sekarang sebagian besar sudah di tutupi oleh sampah-sampah baik yang berasal dari daratan maupun dari lautan.
Sampah dari daratan biasanya berasal dari kegiatan-kiatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang membuang sampah langsung ke wilayah pantai. Sampah-sampah tersebut biasanya berupa sampa-sampah plastik kemudian ditambah lagi dengan kotoran-kotoran yang berasal dari buanga tinja masyarakat setempat. Sampah dari lautan biasanya berasal dari daun tumbuhan lamun, tumbuhan lumut, dan sargasum yang terbawa oleh ombak atau gelombang  dari aktivitas pasang dan surut air laut. Sampah dari lautan juga berasal dari plastik-plastik yang terbuang dari akibat kegiatan pelayaran kapal-kapal penumpang yang membuang sampah langsung ke lautan lalu terbawa oleh arus ke daratan . Selain itu akibat dari kegiatan pelayaran ini juga dapat menyebabkan pencemaran perairan akibat tumpahan minyak.
Masuknya sampah dari daratan ke wilayah pesisir sebenarnya  diakibatkan oleh sebagian masyarakat setempat yang belum atau kurang mengerti dan memahami akan pola hidup bersih, kemudian di tambah lagi dengan sebagian masyarakat yang masih terobsesi dengan pola kebiasan hidup nenek moyang yang dari dahulu hingga sekarang seperti pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya dan pembuangan hajad. Hal ini terbukti dari hasil survey bahwa di temukaan adanya tempat-tempat sampah yang tersedia namun tidak dimanfaatkan dengan baik. Selain itu masih terdapat sebagian besar rumah tangga yang belum memiliki toilet. Sedangkan masuknya sampah dari lautan seperti daun-daun lamun, sargasum dan tumbuhan lumut diakibatkan oleh rusaknya terumbu karang yang berada diperairan pesisir Tablolong yang fungsinya sebagai penyangga ombak dan gelombang sehingga ketika arus dan  gelombang datang akan leluasa menerpa ekosistem yang ada.
Keadaan ini apabila tidak ditanggulangi dengan baik maka lama-kelamaan akan menyebabkan terjadianya gangguan pada tatanan ekologis wilayah pesisir sehingga akan berdampak pada hilangya ketersediaan sumberdaya pesisir seperti hilangnya biota-biota perairan pesisir (ikan-ikan, bivalvia, bulu babi dan lain-lain) yang dapat dimanfaatkan sebagai pemasok  protein hewani dan sebagai sumber pendapatan ekonomi masyarakat setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mukhtasor (2007) bahwa, masuknya sumber pencemar kedalam  perairan pesisir maka akan mengganggu tatanan kehidupan biota-biota yang ada di dalamnya.

Kondisi Keberadaan Ekosistem di Wilayah Pesisir Desa Tablolong
Hasil survey memperlihatkan bahwa di wilayah Pesisir Desa Tablolong terdapat tiga ekosistem yang ada di dalam yaitu ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem pada lamun.
1.        Ekositem Mangrove
Ekosistem mangrove memiliki multifungsi, yaitu fisik, ekologis dan sosial ekonomi. Secara fisik, mangrove mampu menahan gelombang tinggi, badai dan pasang sewaktu-waktu, sehingga mengurangi abrasi pantai. Secara ekologis mangrove memiliki fungsi sebagai sumber plasma nutfah, tempat bertelur dan bersarangnya biota laut. Mangrove juga dikatakan sebagai ekosistem yang sangat produktif karena mangrove merupakan tempat yang kaya akan bahan organik dan bahan makanan lain bagi biota. Dari segi sosial ekonomi, mangrove dapat digunakan sebagai areal tumpangsari dengan memelihara jenis-jenis ikan payau yang bernilai ekonomi tinggi, atau yang sering disebut sebagai silvofishery ataupun dimanfaatkan sebagai obyek daya tarik wisata   alam dalam pengembangan ekowisata (Macnae dalam Supriharyono, 2007).
Ekosistem mangrove yang ada di pesisir Desa Tablolong letaknya berada di belakang pemukiman penduduk. Hasil survey menunjukkan bahwa jenis mangrove yang dominan pada ekosistem ini adalah berasal dari jenis Rhizophora sp, Bruguiera sp, Soneratia sp dan Avicenia sp.
Hasil wawancara yang ada, penduduk setempat mengatakan bahwa dahulunya hutan mangrove yang ada di wilayah pesisir Desa Tablolong cukup luas, tetapi berbagai aktivitas penduduk setempat seperti penebangan untuk dijadikan sebagai kayu bakar dan sebagai tiang penyangga pukat maka menyebabkan luasan hutan mangrove tersebut menjadi berkurang. Selain itu pada beberapa waktu yang lalu juga areal mangrove tersebut juga dijadikan sebagai usaha budidaya ikan bandeng sehingga banyak vegetasi mangrove yang ditebang untuk membuka areal budidaya tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu usaha tersebut gagal karena faktor parameter kualitas air dan lain-lain yang tidak mendukung pertumbuhan  ikan yang dibudidayakan tersebut. Hal  ini terbukti dengan adanya areal-areal hutan mangrove yang kososng dkarean tidak dilakukan reboisasi atau penanaman kembali vegetasi mangrove untuk mengganti vegetasi mangrove yang hilang akibat pembukaan lahan tambak di wilayah tersebut.
Keadaan ini sebagai akibat dari ulah para pengusaha dan sebagian masyarakat  setempat yang tidak bertanggungjawab dan masih memiliki pola deterministik yaitu pola masyarakat yang hidupnya hanya bergantung pada ketersediaan sumberdaya yang ada dan tidak melindungi sumeberdaya yang ada apabila terjadi gangguan.   Selain itu apabila dilihat dari fungsi ekologis dan fungsi fisik hutan mangrove maka sebenarnya hutan mangrove yang ada di wialayah pesisir Desa Tablolong harusnya berada di depan pemukiman penduduk dan langsung mengadap ke arah laut bukan di belakang pemukiman penduduk. Sebab, dari fungsi ekologisnya maka keberadaan hutan mangrove tersebut yaitu dapat dijadikan sebagai penyumbang nutrien dan makanan bagi tumbuhan dan biota laut serta dapat pula berfungsi sebagai habitat organisme filter feader, udang, kepiting dan ikan-ikan untuk melakukan pemijahan atau sebagai tempat melekatnya telur ikan pada akar mangrove tersebut. Sedangkan dari fungsi fisik maka keberadaan hutan mangrove tersebut yaitu dapat dijadikan sebagai pengahalang material-material dari daratan yang terbawa oleh banjir menuju peairan pesisir sehingga perairan pesisir tidak mudah tercemar, selain itu keberadaan hutan mangrove di depan pemukiman penduduk  dan langsung menghadap ke arah laut mempunyai fungsi sebagai penghalang terpaan ombak dan gelombang yang datang sehingga pemukiman yang ada di sekitar tidak mudah terganggu dan  dapat melindunggi wilayah pesisir dari degradasi atau abrasi (Bengen, 2001).

2.        Ekositem Terumbu Karang
Sebagian besar karang adalah binatang-binatang kecil (disebut polip) yang hidup berkoloni dan membentuk terumbu. Mereka mendapatkan makanannya melalui dua cara: pertama, dengan menggunakan tentakel mereka untuk menangkap plankton dan kedua, melalui alga kecil (disebut zooxanthellae) yang hidup di jaringan    karang  (Rowan dan Knowlton, 1995).  Dalam karang pembentuk terumbu, kombinasi fotosintesis dari alga dan proses fisiologis lainnya dalam karang membentuk kerangka batu kapur (kalsium karbonat). Pembentukan kerangka yang lambat ini, diawali dengan pembentukan koloni dan kemudian membentuk kerangka kerja tiga dimensi yang rumit menjadikan terumbu karang sebagai tempat berlabuh bagi banyak jenis biota, yang banyak diantaranya penting untuk kehidupan masyarakat dan komunitas pesisir  (Muscatine, 1990).
Menurut pernyataan masyarakat setempat bahwa beberapa tahun yang lalu keberadaan jenis karang yang ada di wilayah perairan pesisir Desa Tablolong sangat beraneka ragam dan sangat indah dilihat jika kita menyelam. Jenis-jenis karang tersebut ada yang berupa karang keras dan ada juga yang berupa karang lunak. Namun, akibat dari ulah para nelayan penangkap ikan yang menggunakan alat penagkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti bom, racun sianida dan lain-lain maka keberadaan karang tersebut menjadi hancur. Selain dari akibat pemboman dan penggunaan racun siada, rusaknya ekosistem terumbu karang yang ada di wilayah perairan tersebut juga diakibatkan oleh tumpahan minyak dari kapal-kapal penumpang dan kapal penagkapan ikan yang lewat sebab wilayah perairan tersebut merupakan salah satu alur taransportasi laut. Penyebab lainnya juga yang mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang di perairan tersebut adalah sebagai akibat dari pembuangan sampah dan  limbah dari aktivitas penduduk setempat yang ada di wilayah pesisir yang langsung menjurus ke arah perairan tersebut.
Masuknya bahan pencemar seperti tumpahan minyak dan buangan sampah serta limbah sebagai akibat dari aktifitas penangkapan ikan dan transportasi laut serta aktivitas penduduk  setempat maka akan menyebabkan penutupan polip karang sehingga proses fotosintesis oleh alga zooxanthellae dan perolehan nutrient oleh hewan karang menjadi terhambat dan akan berakibat pada pemutihan karang yang kemudian berefek pada   rusaknya  terumbu    karang   tersebut.
Oleh karena rusaknya terumbu karang terebut  maka biota-biota karang seperti ikan dan lain-lain dengan sendirinya mulai berpindah atau bermigrasi dengan melakukan ruaya untuk mencari habitat lain sebab habitat yang ada di perairan tersebut telah rusak sehingga akan berdampak pada merosostnya sumberdaya perairan pesisir di wilayah tersebut (Glynn, 1996).  Keadan ini terbukti dari hasil wawancara dengan para nelayan setempat yang menyatakan bahwa: pada beberapa tahun yang lalu, untuk mendapatkan ikan karang, kami hanya melakukan operasi penagkapan disekitar beberapa meter ke arah laut saja hasilnya sudah memuaskan. Tetapi, sekarang ini untuk mendapatkan ikan karang kami harus melakukan operasi  penangkapan   sampai  ke perairan pulau rote, itupun hasil yang kami dapatkan hanya sedikit saja.
Keadaan ini sebenarnya memberikan gambaran bahwa ketrsediaan sumberdaya perairan pesisir di Desa Tablolong sekarang ini sudah mulai berkurang sehingga upaya yang telah dilakukan sekarang ini adalah transpaltasi karang dengan tujuan untuk memulihkan atau memperbaiki kembali habitat biota karang yang  telah rusak.
Kegiatan transpaltasi karang di wilayah perairan pesisir Desa Tablolong telah dilakukan oleh Dr. Yahyah., M.Si dari Jurusan Perikanan dan Kalutan Universitas Nusa Cendana yang bekerjasama dengan masyarakat setempat. Jenis-jenis karang yang ditranspaltasi di wilayah perairan pesisir Desa Tablolong yaitu beru karang keras dan karang lunak. Karang keras yang ditranspaltasi teridiri dari Porites sp, Agaricia sp, Acropora digitate dan Acropora submassive. Sedangkan karang lunak yang ditranspaltasi adalah berupa Soft coral dan Anemone laut.

3.        Ekosistem Padang Lamun
Padang lamun (seagrass beds) juga merupakan salah satu ekosistem yang terletak di daerah pesisir atau perairan laut dangkal. Keunikan dari tumbuhan lamun dari tumbuhan laut lainnya adalah adanya  perakaran   yang ekstensif   dan   system   rhizome.  Karena tipe perakaran ini menyebabkan daun-daun tumbuhan lamun menjadi lebat, dan ini besar manfaatnya dalam menopang keproduktifan ekosistem padang lamun (Supriharyono,2007).
Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa ada terdapat tumbuhan lamun yang terbawa oleh arus dan gelombang ke  daratan. Hal ini disebabkan oleh sistem penyangga perairan pesisir seperti terumbu     karang yang  berfungsi sebagai penyangga datangnya ombak dan gelombang telah rusak sehingga  ketika ombak dan gelombang datang akan dengan mudah menerpa sistem perakaran tumbuhan lamun dan kemudian tumbuhan lamun tersebut akan   terbawa  terus   sampai  ke    daratan. Keadaan ini apabila tidak ditanggulangi maka lama kelamaan ekosistem tersebut akan terganggu keberadaannya sehingga biota-biota yang ada di dalamnya seperti bulu babi, teripang dan lain-lainpun akan terganggu.

Aktifitas Masyarakat di Wilayah Pesisir Desa Tablolong

Aktifitas   masyarakat  di  wilayah  pesisir  merupakan  bentuk   dari       kegiatan-kegiatan yang dilakukan di wilayah pesisir. Hasil wawancara menunjukkan aktifitas masyarakat pesisir  di  Desa  Tablolong  yaitu  aktifitas   penangkapan  ikan  dan aktivitas budidaya    rumput  laut. Aktifitas penangkapan ikan oleh nelayan di pesisir Desa Tablolong yaitu dimulai dari pukul 16.00 sore sampai pukul 06.00 pagi. Areal atau lokasi penangkapan ikan biasanya berada di sekitar teluk Kupang dan di sekitar perairan Pulau Rote. Jenis alat tangkap yang digunakan operasi penangkapan ikan adalah mini purse seine dan pukat. Sedangkan  ukuran kapal untuk kegiatan penagkapan adalah berkisar anatar 5 GT sampai 30 GT.
Selain aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan pengkap ikan di pesisir Desa Tablolong ada juga aktivitas lain yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di wilayah pesisir Desa Tablolong yaitu aktivitas membudidayakan rumput laut. Areal atau lokasi budida  rumput laut adalah terletak di wilayah  perairan  pesisir   Desa Tablolong.  Jenis   rumpu    laut      yang dibudidayakan di sana adalah jenis Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum.  Waktu pemanenan rumput laut yaitu berkisar antara 35 – 45 hari tergantung ketersediaan unsur hara yang ada dalam perairan tersebut. Jika ketersediaan unsur harnaya banyak maka pertumbuhan rumput laut lebih  cepat sehingga waktu panen menjadi singkat. Tetapi apabila ketersediaan unsur hara dalam perairan tersebut sedikit maka pertumbuhan rumput laut menjadi lambat sehingga waktu panen menjadi lambat (Afrianto, dan Liviawaty 1993).


REFERENSI
Afrianto E. dan E. Liviawaty, 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bathara. Jakarta.

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.

Delinom R.M dan  Lubis R.F. 2007. Sumber daya air di wilayah peisisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Jakarta: LIPI Press. Hal1-25.

Glynn  P.W. 1996. Coral reef bleaching: facts, hypothesis and implications. Global Change Biology 2(6): 495–509.

Hantoro, Wahyu. 2004. Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan Kawasan Kota Pantai. http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc. Di akses tanggal 23 September 2008.

Muscatine L. 1990. The role of symbiotic algae in carbon and energy flux in reef corals. In Z. Dubinsky (ed.) Coral Reefs: Ecosystems of the World, Volume 25. Elsevier Science, Amsterdam: 75–87.

Rowan  R. and Knowlton N. 1995. Intraspecific diversity and ecological zonation in coral algal symbiosis. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 92(7): 2850–2853.

Seno R. 2013. Studi Kelayakan Budidaya Bulu Babi (Tripneuestes gratilla) Pada Perairan Intertidal di Pantai Tablolong. Skripsi : Jurusan perikanan dan Kelauatan. Fakultas Petanian. Universitas Nusa Cendana.

Supriharyono 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar