KEBERADAAN EKOSISTEM
DAN AKTIVITAS MASYARAKAT NELAYAN
DI WILAYAH PESISIR
DESA TABLOLONG
KECAMATAN KUPANG BARAT KABUPATEN KUPANG
OLEH
ALUDIN AL AYUBI,S.Pi
Pendahuluan
Pada dasarnya kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan
antara daratan dan perairan laut. Secara fisiografis kawasan ini didefinisikan
sebagai wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan yang masih
dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, dengan lebar yang ditentukan oleh
kelandaian (lereng) pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh endapan lempung
hingga pasir yang bersifat lepas, dan kadang bercampur kerikil. Ruang kawasan
pesisir merupakan ruang wilayah diantara ruang daratan dengan ruang lautan yang
saling berbatasan. Wilayah ini memiliki beberapa ekosistem di dalamnya.
Ekosistem-ekosistem tersebut diantaranya adalah ekosistem estuaria, ekosistem mangrove,
ekosistem terumbu karang dan ekosistem padang lamun (Delinom dan Lubis, 2007)
Desa Tablolong merupakan Desa pesisir yang letaknya
berada di Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Nusa Tenggarat Timur. Wilayah
ini mempunyai hamparan pantai yang cukup luas.
Wilayah Pesisir Desa Tablolong memiliki tiga ekosistem di dalmnya.
Ekosistem tersebut diantaranya yaitu hutan mangrove, terumbu karang dan padang
lamun. Aktivitas masyarakat yang ada di wilayah pesisir tersebut yaitu sebagian
besar sebagai nelayan penangkap ikan dan sebagaian besar sebagai petani
pembudidaya rumput laut (Seno,
2013).
Menurut masyarakat setempat bahwa wilayah pesisir
tablolong dahulunya merupakan wilayah yang bersih, mempuyai hutan mangrove yang
cukup luas, terdapat hamparan pasir putih yang indah dipandang mata, memiliki
panorama terumbu karang yang indah dan memiliki perairan laut yang jernih.
Namun, keadaan sekarang ini malah sebaliknya.
Hutan mangrove yang dulunya lebat malah sebagian besar di tebang untuk
keperluan tertentu, hamparan pasir putih yang dulunya indah malah searang di
penuhi sampah-sampah dari buangan masyarakat, panorama terumbuh karang yang
dulunya menarik perhatian malah sekarang menjadi bongkahan-bongkahan akibat
pemboman ikan, air laut yang dulunya jernih malah sekarang di penuhi
tumpahan-tumpahan minyak akibat dari berlabunya kapal-kapal nelayan di daerah
setempat.
Keadaan ini sebenarnya di akibatkan oleh sebagian besar
masyarakat setempat yang sampai sekarang ini belum memahami atau menyadari betul akan keberlanjutan sumberdaya wilayah
pesisir dan ditambah lagi dengan pola kebiasaan sebagian besar masyarakat
setempat yang dari dahulu hingga sekarang belum memahami pola hidup bersih.
Dengan demikian maka peran pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan pengambil
kebijakan harus benar-benar jeli dalam menangani hal tersebut. Sebab apabila
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan pengatur kebijakan lengah dalam
menangani hal tersebut maka efek yang akan muncul adalah semakin menurunnya
sumberdaya dan semakin puruknya nasib anak cucu di masa yang akan datang.
Keadaan Umum Wilayah Pesisir Desa Tablolong
Wilayah pesisir Tablolong terleletak di
Desa Tablolong Kecamatan Kupang Barat,
Kabupaten Kupang. Menurut masyarakat setempat bahwa wilayah ini dahulunya
merupakan wilayah yang sangat bersih dan mempunyai hamparan pasir putih yang
sangat indah. Namun, berdasarkan hasil survey di ketahui bahwa hamparan pasir
putih yang dulunya indah sekarang sebagian besar sudah di tutupi oleh
sampah-sampah baik yang berasal dari daratan maupun dari lautan.
Sampah dari daratan biasanya berasal
dari kegiatan-kiatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang membuang
sampah langsung ke wilayah pantai. Sampah-sampah tersebut biasanya berupa
sampa-sampah plastik kemudian ditambah lagi dengan kotoran-kotoran yang berasal
dari buanga tinja masyarakat setempat. Sampah dari lautan
biasanya berasal dari daun tumbuhan lamun, tumbuhan lumut, dan sargasum yang
terbawa oleh ombak atau gelombang dari aktivitas
pasang dan surut air laut. Sampah dari lautan juga berasal dari plastik-plastik
yang terbuang dari akibat kegiatan pelayaran kapal-kapal penumpang yang
membuang sampah langsung ke lautan lalu terbawa oleh arus ke daratan . Selain
itu akibat dari kegiatan pelayaran ini juga dapat menyebabkan pencemaran
perairan akibat tumpahan minyak.
Masuknya sampah dari daratan ke wilayah
pesisir sebenarnya diakibatkan oleh
sebagian masyarakat setempat yang belum atau kurang mengerti dan memahami akan
pola hidup bersih, kemudian di tambah lagi dengan sebagian masyarakat yang
masih terobsesi dengan pola kebiasan hidup nenek moyang yang dari dahulu hingga
sekarang seperti pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya dan pembuangan hajad.
Hal ini terbukti dari hasil survey bahwa di temukaan adanya tempat-tempat
sampah yang tersedia namun tidak dimanfaatkan dengan baik. Selain itu masih
terdapat sebagian besar rumah tangga yang belum memiliki toilet. Sedangkan
masuknya sampah dari lautan seperti daun-daun lamun, sargasum dan tumbuhan
lumut diakibatkan oleh rusaknya terumbu karang yang berada diperairan pesisir Tablolong
yang fungsinya sebagai penyangga ombak dan gelombang sehingga ketika arus
dan gelombang datang akan leluasa
menerpa ekosistem yang ada.
Keadaan ini apabila tidak ditanggulangi
dengan baik maka lama-kelamaan akan menyebabkan terjadianya gangguan pada
tatanan ekologis wilayah pesisir sehingga akan berdampak pada hilangya
ketersediaan sumberdaya pesisir seperti hilangnya biota-biota perairan pesisir
(ikan-ikan, bivalvia, bulu babi dan lain-lain) yang dapat dimanfaatkan sebagai pemasok protein hewani dan sebagai sumber pendapatan
ekonomi masyarakat setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Mukhtasor (2007) bahwa, masuknya
sumber pencemar kedalam perairan pesisir maka akan mengganggu tatanan
kehidupan biota-biota yang ada di dalamnya.
Kondisi
Keberadaan Ekosistem di Wilayah Pesisir Desa Tablolong
Hasil survey memperlihatkan bahwa di
wilayah Pesisir Desa Tablolong terdapat tiga ekosistem yang ada di dalam yaitu ekosistem
mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosistem pada lamun.
1.
Ekositem
Mangrove
Ekosistem
mangrove memiliki multifungsi, yaitu fisik, ekologis dan sosial ekonomi. Secara
fisik, mangrove mampu menahan gelombang tinggi, badai dan pasang sewaktu-waktu,
sehingga mengurangi abrasi pantai. Secara ekologis mangrove memiliki fungsi
sebagai sumber plasma nutfah, tempat bertelur dan bersarangnya biota laut. Mangrove
juga dikatakan sebagai ekosistem yang sangat produktif karena mangrove
merupakan tempat yang kaya akan bahan organik dan bahan makanan lain bagi
biota. Dari segi sosial ekonomi, mangrove dapat digunakan sebagai areal
tumpangsari dengan memelihara jenis-jenis ikan payau yang bernilai ekonomi
tinggi, atau yang sering disebut sebagai silvofishery ataupun
dimanfaatkan sebagai obyek daya tarik wisata alam dalam pengembangan ekowisata (Macnae dalam
Supriharyono, 2007).
Ekosistem
mangrove yang ada di pesisir Desa Tablolong letaknya berada di belakang
pemukiman penduduk. Hasil survey menunjukkan bahwa jenis mangrove yang dominan
pada ekosistem ini adalah berasal dari jenis Rhizophora sp, Bruguiera sp,
Soneratia sp dan Avicenia sp.
Hasil wawancara
yang ada, penduduk setempat mengatakan bahwa dahulunya hutan mangrove yang ada
di wilayah pesisir Desa Tablolong cukup luas, tetapi berbagai aktivitas
penduduk setempat seperti penebangan untuk dijadikan sebagai kayu bakar dan
sebagai tiang penyangga pukat maka menyebabkan luasan hutan mangrove tersebut
menjadi berkurang. Selain itu pada beberapa waktu yang lalu juga areal mangrove
tersebut juga dijadikan sebagai usaha budidaya ikan bandeng sehingga banyak
vegetasi mangrove yang ditebang untuk membuka areal budidaya tersebut. Namun,
seiring berjalannya waktu usaha tersebut gagal karena faktor parameter kualitas
air dan lain-lain yang tidak mendukung pertumbuhan ikan yang dibudidayakan tersebut. Hal ini terbukti dengan adanya areal-areal hutan
mangrove yang kososng dkarean tidak dilakukan reboisasi atau penanaman kembali
vegetasi mangrove untuk mengganti vegetasi mangrove yang hilang akibat
pembukaan lahan tambak di wilayah tersebut.
Keadaan ini
sebagai akibat dari ulah para pengusaha dan sebagian masyarakat setempat yang tidak bertanggungjawab dan
masih memiliki pola deterministik yaitu pola masyarakat yang hidupnya hanya
bergantung pada ketersediaan sumberdaya yang ada dan tidak melindungi
sumeberdaya yang ada apabila terjadi gangguan. Selain itu apabila dilihat dari fungsi
ekologis dan fungsi fisik hutan mangrove maka sebenarnya hutan mangrove yang
ada di wialayah pesisir Desa Tablolong harusnya berada di depan pemukiman
penduduk dan langsung mengadap ke arah laut bukan di belakang pemukiman
penduduk. Sebab, dari fungsi ekologisnya maka keberadaan hutan mangrove
tersebut yaitu dapat dijadikan sebagai penyumbang nutrien dan makanan bagi
tumbuhan dan biota laut serta dapat pula berfungsi sebagai habitat organisme
filter feader, udang, kepiting dan ikan-ikan untuk melakukan pemijahan atau sebagai
tempat melekatnya telur ikan pada akar mangrove tersebut. Sedangkan dari fungsi
fisik maka keberadaan hutan mangrove tersebut yaitu dapat dijadikan sebagai
pengahalang material-material dari daratan yang terbawa oleh banjir menuju
peairan pesisir sehingga perairan pesisir tidak mudah tercemar, selain itu
keberadaan hutan mangrove di depan pemukiman penduduk dan langsung menghadap ke arah laut mempunyai
fungsi sebagai penghalang terpaan ombak dan gelombang yang datang sehingga
pemukiman yang ada di sekitar tidak mudah terganggu dan dapat melindunggi wilayah pesisir dari
degradasi atau abrasi (Bengen, 2001).
2.
Ekositem Terumbu
Karang
Sebagian besar
karang adalah binatang-binatang kecil (disebut polip) yang hidup berkoloni dan
membentuk terumbu. Mereka mendapatkan makanannya melalui dua cara: pertama,
dengan menggunakan tentakel mereka untuk menangkap plankton dan kedua, melalui
alga kecil (disebut zooxanthellae) yang hidup di jaringan karang
(Rowan dan Knowlton, 1995). Dalam
karang pembentuk terumbu, kombinasi fotosintesis dari alga dan proses
fisiologis lainnya dalam karang membentuk kerangka batu kapur (kalsium
karbonat). Pembentukan kerangka yang lambat ini, diawali dengan pembentukan
koloni dan kemudian membentuk kerangka kerja tiga dimensi yang rumit menjadikan
terumbu karang sebagai tempat berlabuh bagi banyak jenis biota, yang banyak
diantaranya penting untuk kehidupan masyarakat dan komunitas pesisir (Muscatine, 1990).
Menurut
pernyataan masyarakat setempat bahwa beberapa tahun yang lalu keberadaan jenis
karang yang ada di wilayah perairan pesisir Desa Tablolong sangat beraneka
ragam dan sangat indah dilihat jika kita menyelam. Jenis-jenis karang tersebut
ada yang berupa karang keras dan ada juga yang berupa karang lunak. Namun,
akibat dari ulah para nelayan penangkap ikan yang menggunakan alat penagkapan
ikan yang tidak ramah lingkungan seperti bom, racun sianida dan lain-lain maka
keberadaan karang tersebut menjadi hancur. Selain dari akibat pemboman dan
penggunaan racun siada, rusaknya ekosistem terumbu karang yang ada di wilayah
perairan tersebut juga diakibatkan oleh tumpahan minyak dari kapal-kapal
penumpang dan kapal penagkapan ikan yang lewat sebab wilayah perairan tersebut
merupakan salah satu alur taransportasi laut. Penyebab lainnya juga yang
mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang di perairan tersebut adalah
sebagai akibat dari pembuangan sampah dan
limbah dari aktivitas penduduk setempat yang ada di wilayah pesisir yang
langsung menjurus ke arah perairan tersebut.
Masuknya bahan
pencemar seperti tumpahan minyak dan buangan sampah serta limbah sebagai akibat
dari aktifitas penangkapan ikan dan transportasi laut serta aktivitas
penduduk setempat maka akan menyebabkan
penutupan polip karang sehingga proses fotosintesis oleh alga zooxanthellae dan perolehan nutrient oleh hewan karang
menjadi terhambat dan akan berakibat pada pemutihan karang yang kemudian
berefek pada rusaknya terumbu karang tersebut.
Oleh karena
rusaknya terumbu karang terebut maka
biota-biota karang seperti ikan dan lain-lain dengan sendirinya mulai berpindah
atau bermigrasi dengan melakukan ruaya untuk mencari habitat lain sebab habitat
yang ada di perairan tersebut telah rusak sehingga akan berdampak pada
merosostnya sumberdaya perairan pesisir di wilayah tersebut (Glynn, 1996). Keadan ini terbukti dari hasil wawancara
dengan para nelayan setempat yang menyatakan bahwa: pada beberapa tahun yang lalu, untuk mendapatkan ikan karang, kami
hanya melakukan operasi penagkapan disekitar beberapa meter ke arah laut saja
hasilnya sudah memuaskan. Tetapi, sekarang ini untuk mendapatkan ikan karang
kami harus melakukan operasi
penangkapan sampai ke perairan pulau rote, itupun hasil yang
kami dapatkan hanya sedikit saja.
Keadaan ini
sebenarnya memberikan gambaran bahwa ketrsediaan sumberdaya perairan pesisir di
Desa Tablolong sekarang ini sudah mulai berkurang sehingga upaya yang telah
dilakukan sekarang ini adalah transpaltasi karang dengan tujuan untuk
memulihkan atau memperbaiki kembali habitat biota karang yang telah rusak.
Kegiatan
transpaltasi karang di wilayah perairan pesisir Desa Tablolong telah dilakukan
oleh Dr. Yahyah., M.Si dari Jurusan Perikanan dan Kalutan Universitas Nusa
Cendana yang bekerjasama dengan masyarakat setempat. Jenis-jenis karang yang
ditranspaltasi di wilayah perairan pesisir Desa Tablolong yaitu beru karang
keras dan karang lunak. Karang keras yang ditranspaltasi teridiri dari Porites sp, Agaricia sp, Acropora digitate
dan Acropora submassive. Sedangkan
karang lunak yang ditranspaltasi adalah berupa Soft coral dan Anemone laut.
3.
Ekosistem Padang
Lamun
Padang lamun (seagrass beds) juga merupakan salah satu ekosistem yang terletak di
daerah pesisir atau perairan laut dangkal. Keunikan dari tumbuhan lamun dari
tumbuhan laut lainnya adalah adanya perakaran
yang ekstensif dan system
rhizome. Karena tipe
perakaran ini menyebabkan daun-daun tumbuhan lamun menjadi lebat, dan ini besar
manfaatnya dalam menopang keproduktifan ekosistem padang lamun
(Supriharyono,2007).
Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa ada terdapat
tumbuhan lamun yang terbawa oleh arus dan gelombang ke daratan. Hal ini disebabkan oleh sistem penyangga
perairan pesisir seperti terumbu
karang yang berfungsi sebagai
penyangga datangnya ombak dan gelombang telah rusak sehingga ketika ombak dan gelombang datang akan dengan
mudah menerpa sistem perakaran tumbuhan lamun dan kemudian tumbuhan lamun
tersebut akan terbawa terus
sampai ke daratan. Keadaan ini apabila tidak
ditanggulangi maka lama kelamaan ekosistem tersebut akan terganggu
keberadaannya sehingga biota-biota yang ada di dalamnya seperti bulu babi,
teripang dan lain-lainpun akan terganggu.
Aktifitas
Masyarakat di Wilayah Pesisir Desa Tablolong
Aktifitas masyarakat di wilayah
pesisir merupakan bentuk dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
wilayah pesisir. Hasil wawancara menunjukkan aktifitas masyarakat pesisir di Desa
Tablolong yaitu aktifitas penangkapan
ikan dan aktivitas budidaya rumput laut. Aktifitas penangkapan ikan oleh
nelayan di pesisir Desa Tablolong yaitu dimulai dari pukul 16.00 sore sampai
pukul 06.00 pagi. Areal atau lokasi penangkapan ikan biasanya berada di sekitar
teluk Kupang dan di sekitar perairan Pulau Rote. Jenis alat tangkap yang
digunakan operasi penangkapan ikan adalah mini purse seine dan pukat.
Sedangkan ukuran kapal untuk kegiatan
penagkapan adalah berkisar anatar 5 GT sampai 30 GT.
Selain aktivitas penangkapan ikan oleh
nelayan pengkap ikan di pesisir Desa Tablolong ada juga aktivitas lain yang
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di wilayah pesisir Desa Tablolong
yaitu aktivitas membudidayakan rumput laut. Areal atau lokasi budida rumput laut adalah terletak di wilayah perairan pesisir
Desa Tablolong. Jenis rumpu laut
yang dibudidayakan di sana
adalah jenis Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum. Waktu pemanenan rumput laut yaitu berkisar
antara 35 – 45 hari tergantung ketersediaan unsur hara yang ada dalam perairan
tersebut. Jika ketersediaan unsur harnaya banyak maka pertumbuhan rumput laut
lebih cepat sehingga waktu panen menjadi
singkat. Tetapi apabila ketersediaan unsur hara dalam perairan tersebut sedikit
maka pertumbuhan rumput laut menjadi lambat sehingga waktu panen menjadi lambat
(Afrianto, dan Liviawaty 1993).
REFERENSI
Afrianto
E. dan E. Liviawaty, 1993. Budidaya Rumput
Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bathara. Jakarta.
Bengen,
D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.
Delinom R.M dan Lubis R.F. 2007. Sumber daya air di wilayah peisisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
Jakarta: LIPI Press. Hal1-25.
Glynn
P.W. 1996. Coral reef bleaching: facts, hypothesis and implications. Global
Change Biology 2(6): 495–509.
Hantoro, Wahyu. 2004. Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai
terhadap Perkembangan Kawasan Kota Pantai.
http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc. Di akses tanggal 23
September 2008.
Muscatine
L. 1990. The role of symbiotic algae in
carbon and energy flux in reef corals. In Z. Dubinsky (ed.) Coral Reefs:
Ecosystems of the World, Volume 25. Elsevier Science, Amsterdam:
75–87.
Rowan R. and Knowlton N. 1995. Intraspecific diversity and ecological zonation in coral algal
symbiosis. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United
States of America 92(7): 2850–2853.
Seno R. 2013. Studi Kelayakan Budidaya Bulu Babi (Tripneuestes gratilla) Pada
Perairan Intertidal di Pantai Tablolong. Skripsi : Jurusan perikanan dan Kelauatan.
Fakultas Petanian. Universitas Nusa Cendana.
Supriharyono
2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan
Laut Tropis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar