MAKALAH
DISAMPAIKAN PADA
SEMINAR NASIONAL KELAUTAN DAN PERIKANAN
DENGAN TEMA :
PENGEMBANGAN IPTEK KELAUTAN DAN PERIKANAN DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI
DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
KUPANG, 12 OKTOBER 2013
SEMINAR NASIONAL KELAUTAN DAN PERIKANAN
DENGAN TEMA :
PENGEMBANGAN IPTEK KELAUTAN DAN PERIKANAN DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI
DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
KUPANG, 12 OKTOBER 2013
OLEH
ALUDIN
AL AYUBI, S.Pi
ABSTRACT
THE EFFECT OF DENSITY TO GROWTH AND SURVIVAL RATE OF
OYSTER (Crassostrea cucullata) IN LONGLINE
METHOD
Aludin
Al A, Santoso P, Lukas A.Y.H
This
research aimed to know the effect of density in longline method on growth and
survival rate of oyster (Crassostrea
cucullata). it was conducted in intertidal waters of Oebelo, Kupang Tengah
Sub-district, Kupang Regency, for three
months. It was experimental research used completely randomize design (CRD)
consisted of four treatments and three replications. Data were analyzed using analysis
of varience (ANOVA) and followed by Least significant difference (LSD) test.
Result of this research showed that density significantly effect (P<0.01) on
the growth and survival rate of (Crassostrea
cucullata). The highest growth of (Crassostrea
cucullata) was found in density 15 individu/ unit (11,160 mm) with growth
rate at 3,720 mm/month. While the
highest percentage of oyster survival rate was gained by density of 15
individu/unit and 20 individu/ unit (100%).
Key
words : Density, Growth, Survival rate, Longline, Crassostrea cucullata.
ABSTRAK
PENGARUH
PADAT PENEBARAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN TIRAM (Crassostrea
cucullata) YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN
METODE LONGLINE
Aludin
Al Ayubi, Priyo Santoso, Ade Y. H. Lukas
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepadatan pada metode budidaya longline
terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) yang optimal, yang dilaksanakan di perairan
Intertidal Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, selama 3 (tiga)
bulan. Penelitian ini bersifat eksperimental yang disusun dengan pola rancangan
acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Data
dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan
berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan
tiram (Crassostrea cucullata). Nilai Pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) tertinggi terdapat pada perlakuan dengan kepadatan 15
individu tiram/unit (11,160 mm) dengan laju pertumbuhan 3,720 mm/bulan.
Sedangkan peresentase kelulushidupan tiram (Crassostrea
cucullata) tertinggi yaitu kepadatan
15 individu tiram/unit dan 20 individu tiram/unit (100%).
Kata Kunci : Kepadatan, Pertumbuhan, Kelulushidupan,
Longline, Crassostrea cucullata.
PENDAHULUAN
Tiram merupakan hewan
yang memiliki larva berupa moluska throchophore yang tumbuh menjadi
larva yang mampu untuk berenang dan memilih substrat yang cocok untuk menempel
(Chambers, dkk., 2006). Biota ini dimanfaatkan sebagai sumber protein untuk
konsumsi masyarakat dan bahan makanan udang (Rangka dan Ratnawati, 1992). Menurut
Quayle (1988) dalam Quayle dan
Newkirk (1989) daging tiram memiliki kandungan protein 46,65 – 54,60% ,
glikogen 11,85 – 24,95 %, dan lemak 10,68
– 15,75 %.
Produksi tiram
Indonesia untuk kebutuhan ekspor belum banyak memberikan sumbangan berarti bagi
peningkatan devisa Negara. Volume ekspor tiram Indonesia pada tahun 2002 baru
mencapai 304.873 kg dengan nilai jual US $ 315.994. Negara tujuan ekspor tiram
Indonesia adalah Jepang, China, Singapura, Malaysia,Vietnam, Afrika Selatan,
Australia, USA, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Swiss, dan Polandia
(Anonimous, 2003).
Saat ini budidaya tiram
belum dikenal secara luas khususnya di NTT, umumnya masyarakat nelayan memanen
atau mengumpulkan tiram dari alam dimakan sendiri atau di jual. Pada beberapa
tempat di kepulauan Riau sudah ada
nelayan yang mengumpulkan tiram untuk dipasarkan ke Tanjung Pinang dalam
bentuk setengah jadi dan pula memasarkan ke Singapura dalam bentuk bahan
mentah (Sudradjat, 1982).
Dalam upaya
meningkatkan produksi tiram tersebut, dapat dikembangkan usaha budidaya dengan
sistem longline. Dengan pertimbangan bahwa, produksi tiram hasil eksploitasi
dari alam tidak dapat diandalkan untuk meningkatkan produksi tiram secara
berkesinambungan, karena terbatasnya kemampuan produksi tiram di alam.
Salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan usaha budidaya tiram pada metode budidaya longline adalah padat
penebaran tiram dalam wadah pemeliharaan. Oleh karena itu pentingnya dilakukan
suatu penelitian mengenai: Pengaruh Padat
Penebaran Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Tiram (Crassostrea cucullata)
Yang Dibudidayakan Dengan Metode Longline, sehingga kedepannya dapat
menghasilkan produksi tiram yang tinggi.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat penebaran pada metode budidaya
longline terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) yang optimal. Sedangkan manfaat dari
penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang padat penebaran tiram
yang optimum yang dapat diterapkan pada metode budidaya longline guna
menghasilkan pertumbuhan dan kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) yang maksimal. Selain itu Informasi ini juga
berguna dalam penerapan budidaya tiram dengan menggunakan metode budidaya
longline, agar menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan produksi
tiram yang lebih tinggi.
MATERI
DAN METODE
Penelitian
ini dilakukan selama 3 bulan di perairan intertidal Oebelo Kecamatan Kupang
Tengah Kabupaten Kupang. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian
ini berupa Keranjang kawat, Paralon,
Jergen, Kayu patok, Tali Nilon, Kaliper untuk mengukur panjang cangkang tiram,
peralatan untuk pengukuran parameter kualitas lingkungan parairan dan Tiram (Crassostrea cucullata) dengan ukuran
panjang cangkang 2,5 – 3,5 cm .Sedangkan prosedur penelitiannya adalah sebagai
berikut yaitu: Tiram dikoleksi dari daerah intertidal Desa Oebelo, Kecamatan
Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Kemudian tiram diseleksi dan dibersihkan dari
partikel – partikel lumpur, setelah itu tiram diaklimatisasi selama seminggu.
Setelah menjalani aklimatisasi, tiram diseleksi dan diukur panjang cangkangnya.
Selanjutnya tiram didistribusikan secara acak pada unit – unit
percobaan dengan kepadatan sesuai dengan perlakuan. Keranjang/unit
percobaan diikat pada kayu yang sudah dipatok didalam air laut. Setelah
menjalani masa pemeliharaan selama dua minggu, dilakukan pengontrolan pada
tiram dan wadah pemeliharaan dari kotoran yang melengket pada tiram dan wadah
pemeliharaan, serta penggontrolan terhadap hama pengganggu. Selanjutnya setelah
mencapai jangka waktu 1 bulan pemeliharaan dilakukan pengukuran panjang
cangkang tiram.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan
Pertumbuhan panjang
cangkang tiram (Crassostrea cucullata) selama
penelitian berkisar antara 4,128 – 11,160
mm, dengan laju pertumbuhan panjang cangkang berkisar antara 1,376 –
3,720 mm/bulan. Data pertumbuhan rata – rata
masing – masing perlakuan disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Data pertumbuhan rata – rata tiram (Crassostrea cucullata) setiap perlakuan.
Perlakuan
|
Pertumbuhan
rata–rata
panjang
cangkang(mm/ 3 bulan)
|
Pertumbuhan
rata-rata
Panjang
Cangkang (mm/bulan)
|
A
B
C
D
|
11,160
8,529
6,526
4,128
|
3,720
2,843
2,175
1,376
|
Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa perbedaan kepadatan pada metode longline yang diterapkan
sebagai perlakuan dalam penelitian ini berpengaruh sangat nyata (P <
0,01) terhadap pertumbuhan panjang cangkang tiram. Pertumbuhan tertinggi
terjadi pada perlakuan A (kepadatan 15 individu/unit) dengan nilai rata – rata
pertumbuhan 11,160 mm, kemudian diikuti oleh perlakuan B (kepadatan 20
individu/unit) dengan nilai rata – rata pertumbuhan 8,529 mm, kemudian diikuti
perlakuan C (kepadatan 25 individu/unit) dengan nilai rata – rata pertumbuhan
6,526 mm, dan pertumbuhan terendah
terjadi pada perlakuan D (kepadatan 30 individu/unit) dengan pertumbuhan rata –
rata 4,128 mm.
Nilai pertumbuhan tiram
ini lebih tinggi dari hasil penelitian Santoso dan Jasmanindar (2006) di
Perairan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan metode
kedalaman gantung dengan laju pertumbuhan tiram selama 3 bulan yaitu mencapai
9,854 mm dan lebih rendah dari pertumbuhan tiram hasil penelitian Suharyanto
(1992) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan menggunakan metode gantung. Dimana
laju pertumbuhan tiram mencapai 6,40
mm/bulan pada kedalaman 3 meter.
Rendahnya pertumbuhan
tiram dalam penelitian ini diakibatkan karena kedalaman perairan di lokasi penelitian sangat rendah.
Berdasarkan hasil pengukuran, kedalaman perairan pada saat surut berkisar
antara 1,2 – 1,5 m, sedangkan pada saat pasang berkisar antara 2,1 – 2,4 m.
Menurut Quayle (1980) dalam Suharyanto
(1992), kedalaman perairan yang baik untuk pertumbuhan tiram adalah berkisar
antara 2,5 – 3 m. Kedalaman perairan berpengaruh terhadap pertumbuhan tiram
karena semakin rendah kedalaman perairan maka ketika terjadi pasang surut akan
terjadinya penempelan partikel – partikel lumpur pada cangkang tiram sehingga proses
pengambilan makanan oleh tiram akan terhambat (Suharyanto, 1992)..
Hal lain yang menjadi penyebab rendahnya
pertumbuhan tiram adalah kisaran kecepatan arus perairan yang relatif rendah.
Dari hasil pengukuran kecepatan arus di titik penempatan sarana budidaya selama
penelitian adalah berkisar antara 0,19 – 0,21 m/detik dengan nilai rata –
rata 0,20 m/detik, sedangkan menurut
Quayle (1980) dalam Suharyanto
(1992), kecepatan arus yang baik untuk pertumbuhan tiram berkisar antara 0,27 –
0,55 m/detik. Tiram bersifat sesil sehingga tidak dapat mencari makanan secara
aktif, dengan demikian kondisi arus perairan sangat mempengaruhi
pertumbuhannya (Muchari, 1992).
Rendahnya kecepatan arus dalam perairan maka akan menyebabkan terjadinya
penempelan partikel – partikel lumpur pada cangkang tiram sehingga
pertumbuhannya terhambat (Dahuri, 2003). Kisaran pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) selama penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar
1. Grafik rata – rata pertumbuhan tiram (Crassostrea
cucullata) pada perlakuan metode longline dengan kepadatan berbeda
Hasil diatas
menunjukkan bahwa pertumbuhan tiram semakin rendah dengan bertambahnya
kepadatan. Hal ini diduga berhubungan dengan kisaran kepadatan 15 individu
dalam wadah pemeliharaan lebih mendukung pertumbuhan tiram karena tiram-tiram
tersebut lebih leluasa dalam memperoleh makanan berupa plankton, bakteri dan
detritus yang terbawa arus serta kandungan oksigen yang masuk kedalam perairan.
Menurut Quayle dan Newkirk (1989), semakin rendah padat penebaran tiram dalam
wadah pemeliharaan maka semakin tinggi pula tingkat pertumbuhannya karena
perolehan makanan dan kandungan oksigen terlarut lebih leluasa sehingga tingkat
pertumbuhannya lebih tinggi. Untuk melihat tren pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) selama penelitian
maka dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar
2. Tren pertumbuhan tiram (Crassostrea
cucullata)
Dari tren pertumbuhan
tiram diatas maka dapat diketahui bahwa semakin sedikit padat tebar tiram dalam
wadah pemeliharaan maka semakin tinggi tingkat pertumbuhannya, begitupun
sebaliknya
Kelulushidupan tiram
selama penelitian berkisar antara 95,67 – 100 %. Mortalitas tiram terjadi hanya pada tiram
yang ditempatkan dalam wadah pemeliharaan dengan kepadatan 25 dan 30 individu/unit. Kelulushidupan rata – rata tiram (Crassostrea cucullata) selama penelitian
dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) setiap perlakuan.
Perlakuan
|
Kelulushidupan
(%)
|
A
B
C
D
|
100
100
98,67
95,67
|
Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa perbedaan kepadatan tiram dalam wadah pemeliharaan sebagai
perlakuan dalam penelitian ini tidak berpengaruh nyata ( p > 0,05) terhadap
kelulushidupan tiram. Dengan demikian maka penerapan padat penebaran tiram tiap
– tiap unit dalam budidaya tiram masih dapat menunjang kehidupan tiram tetapi
tidak memberikan pertumbuhan yang maksimal sehingga dalam penerapannya
pemilihan kepadatan pada metode budidaya longline harus mempertimbangkan pula
pengaruhnya terhadap pertumbuhan, sebab pertumbuhan dan kelulushidupan
merupakan dua aspek yang menentukan nilai produksi dalam usaha budidaya.
Kisaran kelulushidupan tiram (Crassostrea
cucullata) dapat dilihat pada Gambar 3.
Parameter
Kualitas Perairan
Pemilihan lokasi
budidaya tidak terlepas dari aspek bioteknis budidaya, yang didalamnya terdapat parameter ekosistem perairan sebagai daya
dukung lingkungan. Pada dasarnya
dalam memahami kehidupan dalam perairan, tidak hanya diperlukan pengetahuan
mengenai organisme perairan tersebut, tetapi perlu diketahuai pengaruh
eksternal yang berperan misalnya lingkungan perairan. Lingkungan perairan yang
sesuai, diperlukan oleh biota bagi kelangsungan hidupnya, karena berkaitan
dengan pola dan kebiasaan hidup biota tersebut (Deptan, 1992).
Tabel
3. Data parameter lingkungan perairan di lokasi penelitian.
Parameter
|
Nilai
Minimum
(m)
|
Nilai
Maksimum
(m)
|
Nilai
Rata-rata
(m)
|
Kedalaman
perairan (m)
Oksigen
terlarut (ppm)
pH
Suhu
(ºC)
Salinitas
(ppt)
Kecepatan
arus (m/detik)
Kecerahan
(m)
|
1,2
3,9
7,0
28
20
0,19
0,50
|
2,4
4,1
8,2
31
22
0,21
0,75
|
1,8
4,0
7,6
29,5
21
0,20
0,63
|
Kedalaman
Perairan
Hasil pengukuran kedalaman perairan
pada titik penempatan sarana budidaya memperlihatkan bahwa kisaran tertinggi
2,4 m dan kisaran terendah 1,2 dengan nilai rata – rata sebesar 1,8 m.
Kedalaman perairan ini memperlihatkan kisaran nilai yang tidak dianjurkan untuk
pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata),
sesuai dengan Ghufran dan Kordi (1996) yang menyatakan bahwa, kisaran kedalaman
perairan yang cocok untuk pertumbuhan tiram adalah berkisar antara 2,5 – 3 m.
Oksigen
Terlarut (DO)
Hasil pengukuran
oksigen terlarut di titik penempatan sarana budidaya mempunyai kisaran
tertinggi 4,1 ppm dan kisaran terendah 3,9 ppm dengan nilai rata – rata sebesar
4,0 ppm. Bervariasinya kandungan oksigen terlarut ini diduga karena adanya
pergerakan dan percampuran massa air serta siklus hariannya (Utojo, dkk., 2005).
Hasil pengukuran
terhadap oksigen terlarut di atas memperlihatkan kisaran yang cukup layak dan
masih mendukung pertumbuhan tiram (Crassostrea
cucullata), dimana tingkat toleransi oksigen terlarut untuk pertumbuhan
tiram adalah berkisar anatara 3 – 6 ppm
(Gufran dan Kordi, 1996).
Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran terhadap variabel pH pada titik
penempatan sarana budidaya memperlihatkan bahwa kisaran nilai pH tertinggi
sebesar 8,2 dan kisaran terendah sebesar 7,0 dengan nilai rata – rata 7,6.
Perbedaan nilai pH pada titik penempatan sarana budidaya tiram ini disebabkan
oleh adanya perbedaan waktu pengukuran.
Hasil penelitian memperlihatkan, adanya perbedaan pH
pada tiap waktu pengukuran tetapi nilai
rata – rata pH di lokasi penelitian
berada dalam kisaran yang mendukung pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata). Menurut Ghufran dan Kordi (1996), kisaran pH yang
cocok untuk pertumbuhan tiram (Crassostrea
cucullata) yaitu berkisar antara 6 – 8.
Salinitas
Salinitas perairan di lokasi penelitian berdasarkan
hasil pengukuran mempunyai kisaran terendah sebesar 20 ppt , sedangkan kisaran tertinggi 22 ppt
dengan nilai rata-rata sebesar 21 ppt. Nilai
rata – rata salinitas dititik
penempatan sarana budidaya berada dalam
kisaran yang mendukung pertumbuhan tiram (Crassostrea
cucullata). Menurut Ghufran dan
Kordi (1996), kisaran salinitas yang cocok untuk pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) yaitu berkisar
antara 15 – 35 ppt.
Kecepatan Arus
Hasil pengukuran terhadap kecepatan arus dititik
penempatan sarana budidaya mempunyai kisaran tertinggi sebesar 0,21 m/detik,
sedangkan kisaran terendah mempunyai nilai sebesar 0,19 m/detik dengan
kisaran rata – rata sebesar 0,20
m/detik. Hasil pengukuran rata – rata kecepatan arus di lokasi penelitian memperlihatkan
kisaran yang tidak dianjurkan untuk pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata). Hal ini sesuai dengan Suharyanto dan Hanafi
(1992) yang mengatakan bahwa kecepatan arus yang mendukung pertumbuhan tiram
adalah berkisar antara 0,25 – 0,27 m/detik.
Kecerahan
Kecerahan perairan di lokasi penelitian berdasarkan
hasil pengukuran mempunyai kisaran tertinggi sebesar 0,75 m, sedangkan kisaran
terendah sebesar 0,50 m dengan nilai rata – rata sebesar 0,63 m.
Kecerahan perairan pada titik penempatan sarana
budidaya memperlihatkan kisaran nilai yang tidak dianjurkan untuk pertumbuhan tiram. Menurut Quayle 1980 dalam Suharyanto (1992), kecerahan
perairan yang mendukung pertumbuhan tiram (Crassostrea
cucullata) adalah berkisar antara
1,25 – 1,75 m.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan
bahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tiram semakin rendah
dengan bertambahnya kepadatan dan semakin tinggi dengan berkurangnya kepadatan
. Dengan demikaian maka dapat diketahui bahwa perairan kepadatan tiram 15 ekor
dalam wadah pemeliharaan pada metode budidaya longline menghasilkan pertumbuhan
tertinggi, dengan nilai rata – rata pertumbuhan panjang cangkang sebesar 11,160
mm/selama 3 bulan dengan nilai kelulushidupan sebesar 100%.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous,
2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri
Indonesia / Indonesian Foreign Rade Statistics. Ekspor/Export 2002 Jilid/Volume
I. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Indonesia. p. 63
Chambers,
Kenneth A. 2006. Oyster. [CD-ROM]. Microsoft Encharta : Microsoft
Corporation
Ghufran
M. Kordi H. 1996. Parameter Kualitas Air.
Karya Anda, Surabaya.
Muchari.
1992. Produksi Benih Tiram crassostrea
sp. Prosidi Temu Karya Ilmiah Potensi Daya Kekerangan Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. p80-88.
Quayle
DB, Newkirk GF. 1989. Farming Bevalve
Moluscs. Methods for Study and Development. World Aquaculture Society and
International Development Research centre, Canada.p109-121.
Sudradjat A. 1982. Kemungkinan pengembangan budidaya tiram, crassostrea spp. Di Kepulauan
Riau. Laporan Balai Penelitian Perikanan Laut (tidak
diterbitkan).
Suharyoto.
1992. Rangkuman hasil Penelitian Tiram Crassostrea sp. Di Sulawesi Selatan.
Prosiding Temu Karya Ilmiah Potensi Sumberdaya Kekerangan Sulawesi tenggara.
Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. P89-93.
Suharyanto,
Hanafi A. 1992. “Pendugaan Musim Benih Tiram, Crassostrea Sp. di Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneoponto, Sulawesi
Selatan.” dalam Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, 8 (1): 1 – 12.
Utojo,
Mansyur A, Taranamulia. Pantjara B, Hasnawai. 2005. Identifikasi Kelayakan
Lokasi Budidaya Laut di Perairan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Journal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol II. No 5, hal 9 – 29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar