Kamis, 20 Maret 2014

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN TIRAM (Crassostrea cucullata) YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN METODE LONGLINE



MAKALAH
DISAMPAIKAN PADA  
SEMINAR NASIONAL KELAUTAN DAN PERIKANAN
DENGAN TEMA :
PENGEMBANGAN IPTEK KELAUTAN DAN PERIKANAN DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI 
DI KAWASAN TIMUR INDONESIA 
KUPANG, 12 OKTOBER 2013 

OLEH

ALUDIN AL AYUBI, S.Pi

ABSTRACT

THE EFFECT  OF DENSITY TO GROWTH AND SURVIVAL RATE OF
OYSTER (Crassostrea cucullata) IN LONGLINE METHOD


Aludin Al  A, Santoso P, Lukas A.Y.H

This research aimed to know the effect of density in longline method on growth and survival rate of oyster (Crassostrea cucullata). it was conducted in intertidal waters of Oebelo, Kupang Tengah Sub-district, Kupang Regency,  for three months. It was experimental research used completely randomize design (CRD) consisted of four treatments and three replications. Data were analyzed using analysis of varience (ANOVA) and followed by Least significant difference (LSD) test. Result of this research showed that density significantly effect (P<0.01) on the growth and survival rate of (Crassostrea cucullata). The highest growth of (Crassostrea cucullata) was found in density 15 individu/ unit (11,160 mm) with growth rate at 3,720 mm/month. While  the highest percentage of oyster survival rate was gained by density of 15 individu/unit and 20 individu/ unit (100%).

Key words : Density, Growth, Survival rate, Longline, Crassostrea cucullata.

ABSTRAK


PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN    TIRAM (Crassostrea cucullata) YANG DIBUDIDAYAKAN  DENGAN METODE LONGLINE

Aludin Al Ayubi, Priyo Santoso, Ade Y. H. Lukas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepadatan pada metode budidaya longline terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) yang optimal, yang dilaksanakan di perairan Intertidal Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, selama 3 (tiga) bulan. Penelitian ini bersifat eksperimental yang disusun dengan pola rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata). Nilai Pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) tertinggi terdapat pada perlakuan dengan kepadatan 15 individu tiram/unit (11,160 mm) dengan laju pertumbuhan 3,720 mm/bulan. Sedangkan peresentase kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) tertinggi yaitu kepadatan 15 individu tiram/unit dan 20 individu tiram/unit (100%).

Kata Kunci : Kepadatan, Pertumbuhan, Kelulushidupan, Longline, Crassostrea cucullata.
PENDAHULUAN
Tiram merupakan hewan yang memiliki larva berupa moluska throchophore yang tumbuh menjadi larva yang mampu untuk berenang dan memilih substrat yang cocok untuk menempel (Chambers, dkk., 2006). Biota ini dimanfaatkan sebagai sumber protein untuk konsumsi masyarakat dan bahan makanan udang (Rangka dan Ratnawati, 1992). Menurut Quayle (1988) dalam Quayle dan Newkirk (1989) daging tiram memiliki kandungan protein 46,65 – 54,60% , glikogen 11,85 – 24,95 %, dan lemak 10,68  – 15,75 %.
Produksi tiram Indonesia untuk kebutuhan ekspor belum banyak memberikan sumbangan berarti bagi peningkatan devisa Negara. Volume ekspor tiram Indonesia pada tahun 2002 baru mencapai 304.873 kg dengan nilai jual US $ 315.994. Negara tujuan ekspor tiram Indonesia adalah Jepang, China, Singapura, Malaysia,Vietnam, Afrika Selatan, Australia, USA, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Swiss, dan Polandia (Anonimous, 2003).
Saat ini budidaya tiram belum dikenal  secara luas khususnya  di NTT, umumnya masyarakat nelayan memanen atau mengumpulkan tiram dari alam dimakan sendiri atau di jual. Pada beberapa tempat di kepulauan Riau sudah ada  nelayan yang mengumpulkan tiram untuk dipasarkan ke Tanjung Pinang dalam bentuk setengah jadi dan pula memasarkan ke Singapura dalam bentuk bahan mentah  (Sudradjat, 1982).
Dalam upaya meningkatkan produksi tiram tersebut, dapat dikembangkan usaha budidaya dengan sistem longline. Dengan pertimbangan bahwa, produksi tiram hasil eksploitasi dari alam tidak dapat diandalkan untuk meningkatkan produksi tiram secara berkesinambungan, karena terbatasnya kemampuan produksi tiram di alam.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha budidaya tiram pada  metode budidaya longline adalah padat penebaran tiram dalam wadah pemeliharaan. Oleh karena itu pentingnya dilakukan suatu penelitian mengenai: Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Tiram (Crassostrea cucullata) Yang Dibudidayakan Dengan Metode Longline, sehingga kedepannya dapat menghasilkan produksi tiram yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat penebaran pada metode budidaya longline terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) yang optimal. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang padat penebaran tiram yang optimum yang dapat diterapkan pada metode budidaya longline guna menghasilkan pertumbuhan dan kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) yang maksimal. Selain itu Informasi ini juga berguna dalam penerapan budidaya tiram dengan menggunakan metode budidaya longline, agar menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan produksi tiram yang lebih tinggi.

MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan di perairan intertidal Oebelo Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini  berupa Keranjang kawat, Paralon, Jergen, Kayu patok, Tali Nilon, Kaliper untuk mengukur panjang cangkang tiram, peralatan untuk pengukuran parameter kualitas lingkungan parairan dan Tiram (Crassostrea cucullata) dengan ukuran panjang cangkang 2,5 – 3,5 cm .Sedangkan prosedur penelitiannya adalah sebagai berikut yaitu: Tiram dikoleksi dari daerah intertidal Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Kemudian tiram diseleksi dan dibersihkan dari partikel – partikel lumpur, setelah itu tiram diaklimatisasi selama seminggu. Setelah menjalani aklimatisasi, tiram diseleksi dan diukur panjang cangkangnya. Selanjutnya tiram didistribusikan secara acak pada  unit – unit  percobaan dengan kepadatan sesuai dengan perlakuan. Keranjang/unit percobaan diikat pada kayu yang sudah dipatok didalam air laut. Setelah menjalani masa pemeliharaan selama dua minggu, dilakukan pengontrolan pada tiram dan wadah pemeliharaan dari kotoran yang melengket pada tiram dan wadah pemeliharaan, serta penggontrolan terhadap hama pengganggu. Selanjutnya setelah mencapai jangka waktu 1 bulan pemeliharaan dilakukan pengukuran panjang cangkang tiram.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan

Pertumbuhan panjang cangkang tiram (Crassostrea cucullata) selama penelitian berkisar antara 4,128 – 11,160  mm, dengan laju pertumbuhan panjang cangkang berkisar antara 1,376 – 3,720 mm/bulan. Data pertumbuhan rata – rata  masing – masing perlakuan disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Data pertumbuhan rata – rata tiram (Crassostrea cucullata) setiap perlakuan.


Perlakuan
Pertumbuhan rata–rata
panjang cangkang(mm/ 3 bulan)
Pertumbuhan rata-rata
Panjang Cangkang (mm/bulan)
A
B
C
D
11,160
8,529
6,526
4,128
3,720
2,843
2,175
1,376

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan kepadatan pada metode longline yang diterapkan sebagai perlakuan dalam penelitian ini berpengaruh sangat nyata   (P <  0,01) terhadap pertumbuhan panjang cangkang tiram. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada perlakuan A (kepadatan 15 individu/unit) dengan nilai rata – rata pertumbuhan 11,160 mm, kemudian diikuti oleh perlakuan B (kepadatan 20 individu/unit) dengan nilai rata – rata pertumbuhan 8,529 mm, kemudian diikuti perlakuan C (kepadatan 25 individu/unit) dengan nilai rata – rata pertumbuhan 6,526  mm, dan pertumbuhan terendah terjadi pada perlakuan D (kepadatan 30 individu/unit) dengan pertumbuhan rata – rata        4,128 mm.
Nilai pertumbuhan tiram ini lebih tinggi dari hasil penelitian Santoso dan Jasmanindar (2006) di Perairan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan metode kedalaman gantung dengan laju pertumbuhan tiram selama 3 bulan yaitu mencapai 9,854 mm dan lebih rendah dari pertumbuhan tiram hasil penelitian Suharyanto (1992) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan menggunakan metode gantung. Dimana laju pertumbuhan tiram mencapai 6,40  mm/bulan pada kedalaman 3 meter.
Rendahnya pertumbuhan tiram dalam penelitian ini diakibatkan karena kedalaman perairan  di lokasi penelitian sangat rendah. Berdasarkan hasil pengukuran, kedalaman perairan pada saat surut berkisar antara 1,2 – 1,5 m, sedangkan pada saat pasang berkisar antara 2,1 – 2,4 m. Menurut Quayle (1980) dalam Suharyanto (1992), kedalaman perairan yang baik untuk pertumbuhan tiram adalah berkisar antara 2,5 – 3 m. Kedalaman perairan berpengaruh terhadap pertumbuhan tiram karena semakin rendah kedalaman perairan maka ketika terjadi pasang surut akan terjadinya penempelan partikel – partikel lumpur pada cangkang tiram sehingga proses pengambilan makanan oleh tiram akan terhambat (Suharyanto, 1992)..
Hal  lain yang menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan tiram adalah kisaran kecepatan arus perairan yang relatif rendah. Dari hasil pengukuran kecepatan arus di titik penempatan sarana budidaya selama penelitian adalah berkisar antara 0,19 – 0,21 m/detik dengan nilai rata – rata  0,20 m/detik, sedangkan menurut Quayle (1980) dalam Suharyanto (1992), kecepatan arus yang baik untuk pertumbuhan tiram berkisar antara 0,27 – 0,55 m/detik. Tiram bersifat sesil sehingga tidak dapat mencari makanan secara aktif, dengan demikian kondisi arus perairan sangat mempengaruhi pertumbuhannya  (Muchari, 1992). Rendahnya kecepatan arus dalam perairan maka akan menyebabkan terjadinya penempelan partikel – partikel lumpur pada cangkang tiram sehingga pertumbuhannya terhambat (Dahuri, 2003). Kisaran pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) selama penelitian dapat dilihat pada  Gambar 1.

Gambar 1. Grafik rata – rata pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) pada perlakuan metode longline dengan kepadatan berbeda

Hasil diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan tiram semakin rendah dengan bertambahnya kepadatan. Hal ini diduga berhubungan dengan kisaran kepadatan 15 individu dalam wadah pemeliharaan lebih mendukung pertumbuhan tiram karena tiram-tiram tersebut lebih leluasa dalam memperoleh makanan berupa plankton, bakteri dan detritus yang terbawa arus serta kandungan oksigen yang masuk kedalam perairan. Menurut Quayle dan Newkirk (1989), semakin rendah padat penebaran tiram dalam wadah pemeliharaan maka semakin tinggi pula tingkat pertumbuhannya karena perolehan makanan dan kandungan oksigen terlarut lebih leluasa sehingga tingkat pertumbuhannya lebih tinggi. Untuk melihat tren pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) selama penelitian maka dapat dilihat pada Gambar 2.




Gambar 2. Tren pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata)

Dari tren pertumbuhan tiram diatas maka dapat diketahui bahwa semakin sedikit padat tebar tiram dalam wadah pemeliharaan maka semakin tinggi tingkat pertumbuhannya, begitupun sebaliknya

Kelulushidupan
Kelulushidupan tiram selama penelitian berkisar antara 95,67 – 100 %.  Mortalitas tiram terjadi hanya pada tiram yang ditempatkan dalam wadah pemeliharaan dengan kepadatan  25 dan 30 individu/unit.  Kelulushidupan rata – rata tiram (Crassostrea cucullata) selama penelitian dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) setiap perlakuan.

Perlakuan
Kelulushidupan (%)
A
B
C
D
100
100
98,67
95,67

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan kepadatan tiram dalam wadah pemeliharaan sebagai perlakuan dalam penelitian ini tidak berpengaruh nyata ( p > 0,05) terhadap kelulushidupan tiram. Dengan demikian maka penerapan padat penebaran tiram tiap – tiap unit dalam budidaya tiram masih dapat menunjang kehidupan tiram tetapi tidak memberikan pertumbuhan yang maksimal sehingga dalam penerapannya pemilihan kepadatan pada metode budidaya longline harus mempertimbangkan pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan, sebab pertumbuhan dan kelulushidupan merupakan dua aspek yang menentukan nilai produksi dalam usaha budidaya. Kisaran kelulushidupan tiram (Crassostrea cucullata) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 1. Grafik Kelulushidupan Tiram (Crassostrea cucullata) 




Parameter Kualitas Perairan
       Pemilihan lokasi budidaya tidak terlepas dari aspek bioteknis budidaya, yang didalamnya terdapat parameter ekosistem perairan sebagai daya dukung lingkungan. Pada dasarnya dalam memahami kehidupan dalam perairan, tidak hanya diperlukan pengetahuan mengenai organisme perairan tersebut, tetapi perlu diketahuai pengaruh eksternal yang berperan misalnya lingkungan perairan. Lingkungan perairan yang sesuai, diperlukan oleh biota bagi kelangsungan hidupnya, karena berkaitan dengan pola dan kebiasaan hidup biota tersebut (Deptan, 1992). 

Tabel 3. Data parameter lingkungan perairan di lokasi penelitian.




Parameter
Nilai
Minimum (m)
Nilai
Maksimum (m)
Nilai
Rata-rata (m)
Kedalaman perairan (m)
Oksigen terlarut (ppm)
pH
Suhu (ºC)
Salinitas (ppt)
Kecepatan arus (m/detik)
Kecerahan (m)
1,2
3,9
7,0
28
20
0,19
0,50
2,4
4,1
8,2
31
22
0,21
0,75
1,8
4,0
7,6
29,5
21
0,20
0,63

Kedalaman Perairan
Hasil pengukuran kedalaman perairan pada titik penempatan sarana budidaya memperlihatkan bahwa kisaran tertinggi 2,4 m dan kisaran terendah 1,2 dengan nilai rata – rata sebesar 1,8 m. Kedalaman perairan ini memperlihatkan kisaran nilai yang tidak dianjurkan untuk pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata), sesuai dengan Ghufran dan Kordi (1996) yang menyatakan bahwa, kisaran kedalaman perairan yang cocok untuk pertumbuhan tiram adalah berkisar antara  2,5 – 3 m.
Oksigen Terlarut (DO)
Hasil pengukuran oksigen terlarut di titik penempatan sarana budidaya mempunyai kisaran tertinggi 4,1 ppm dan kisaran terendah 3,9 ppm dengan nilai rata – rata sebesar 4,0 ppm. Bervariasinya kandungan oksigen terlarut ini diduga karena adanya pergerakan dan percampuran massa air serta siklus hariannya (Utojo, dkk., 2005).
Hasil pengukuran terhadap oksigen terlarut di atas memperlihatkan kisaran yang cukup layak dan masih mendukung pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata), dimana tingkat toleransi oksigen terlarut untuk pertumbuhan tiram adalah berkisar anatara  3 – 6 ppm (Gufran dan       Kordi, 1996).

Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran terhadap variabel pH pada titik penempatan sarana budidaya memperlihatkan bahwa kisaran nilai pH tertinggi sebesar 8,2 dan kisaran terendah sebesar 7,0 dengan nilai rata – rata 7,6. Perbedaan nilai pH pada titik penempatan sarana budidaya tiram ini disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran.
Hasil penelitian memperlihatkan, adanya perbedaan pH pada tiap waktu pengukuran  tetapi nilai rata – rata pH di lokasi penelitian  berada dalam kisaran yang mendukung pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata). Menurut  Ghufran dan Kordi (1996), kisaran pH yang cocok untuk pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) yaitu berkisar antara 6 – 8.
Salinitas
Salinitas perairan di lokasi penelitian berdasarkan hasil pengukuran mempunyai kisaran terendah sebesar  20 ppt , sedangkan kisaran tertinggi 22 ppt dengan nilai rata-rata sebesar 21 ppt. Nilai  rata – rata salinitas  dititik penempatan sarana budidaya  berada dalam kisaran yang mendukung pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata). Menurut  Ghufran dan Kordi (1996), kisaran salinitas yang cocok untuk pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) yaitu berkisar antara 15 – 35 ppt.
Kecepatan Arus
Hasil pengukuran terhadap kecepatan arus dititik penempatan sarana budidaya mempunyai kisaran tertinggi sebesar 0,21 m/detik, sedangkan kisaran terendah mempunyai nilai sebesar 0,19 m/detik dengan kisaran    rata – rata sebesar 0,20 m/detik. Hasil pengukuran rata – rata kecepatan arus di lokasi penelitian memperlihatkan kisaran yang tidak dianjurkan untuk pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata). Hal ini sesuai dengan Suharyanto dan Hanafi (1992) yang mengatakan bahwa kecepatan arus yang mendukung pertumbuhan tiram adalah berkisar antara 0,25 – 0,27 m/detik.
Kecerahan
Kecerahan perairan di lokasi penelitian berdasarkan hasil pengukuran mempunyai kisaran tertinggi sebesar 0,75 m, sedangkan kisaran terendah sebesar 0,50 m dengan nilai rata – rata sebesar 0,63 m.
Kecerahan perairan pada titik penempatan sarana budidaya memperlihatkan kisaran nilai yang tidak dianjurkan untuk  pertumbuhan tiram. Menurut Quayle 1980 dalam Suharyanto (1992), kecerahan perairan yang mendukung pertumbuhan tiram (Crassostrea cucullata) adalah berkisar  antara 1,25 – 1,75  m. 


                                                                          KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan bahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tiram semakin rendah dengan bertambahnya kepadatan dan semakin tinggi dengan berkurangnya kepadatan . Dengan demikaian maka dapat diketahui bahwa perairan kepadatan tiram 15 ekor dalam wadah pemeliharaan pada metode budidaya longline menghasilkan pertumbuhan tertinggi, dengan nilai rata – rata pertumbuhan panjang cangkang sebesar 11,160 mm/selama 3 bulan  dengan  nilai kelulushidupan sebesar 100%.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia / Indonesian Foreign Rade Statistics. Ekspor/Export 2002 Jilid/Volume I. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Indonesia. p. 63

Chambers, Kenneth A. 2006. Oyster. [CD-ROM]. Microsoft Encharta : Microsoft Corporation

Ghufran M. Kordi H. 1996. Parameter Kualitas Air. Karya Anda, Surabaya.

Muchari. 1992. Produksi Benih Tiram crassostrea sp. Prosidi Temu Karya Ilmiah Potensi Daya Kekerangan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. p80-88.

Quayle DB, Newkirk GF. 1989. Farming Bevalve Moluscs. Methods for Study and Development. World Aquaculture Society and International Development Research centre, Canada.p109-121.

Sudradjat A. 1982. Kemungkinan pengembangan budidaya tiram, crassostrea spp. Di Kepulauan Riau. Laporan Balai Penelitian Perikanan Laut (tidak diterbitkan).
Suharyoto. 1992. Rangkuman hasil Penelitian Tiram Crassostrea sp. Di Sulawesi Selatan. Prosiding Temu Karya Ilmiah Potensi Sumberdaya Kekerangan Sulawesi tenggara. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. P89-93.

Suharyanto, Hanafi A. 1992. “Pendugaan Musim Benih Tiram, Crassostrea Sp. di Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneoponto, Sulawesi Selatan.” dalam Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, 8 (1):  1 – 12.

Utojo, Mansyur A, Taranamulia. Pantjara B, Hasnawai. 2005. Identifikasi Kelayakan Lokasi Budidaya Laut di Perairan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Journal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol II. No 5, hal 9 – 29.
 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar